Politik
Bukan Perjanjian Helsinki, tetapi 2 Dokumen Ini adalah Referensi untuk 4 Pulau yang Menjadi Wilayah Aceh
Dokumen hukum penting mengonfirmasi klaim Aceh atas empat pulau yang disengketakan, tetapi implikasinya jauh melampaui sekadar kepemilikan—temukan kompleksitas yang lebih dalam yang sedang dimainkan.

Dasar Hukum Kepemilikan Pulau-pulau
Untuk memahami dasar hukum kepemilikan Kepulauan Aceh, kita harus mempertimbangkan perjanjian dasar yang menetapkan yurisdiksi administratif mereka.
Perjanjian Bersama 1992 antara pemerintah Sumatera Utara dan Aceh menjadi dokumen kunci untuk konfirmasi kepemilikan, secara tegas mencantumkan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek sebagai bagian dari wilayah Aceh.
Selain itu, Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 111 dari tahun yang sama membatasi batas-batas antara Aceh dan Sumatera Utara, yang semakin memperkuat klaim ini.
Keputusan presiden terbaru telah menegaskan kembali perjanjian hukum ini, memperbaiki kesalahan penunjukan sebelumnya terhadap pulau-pulau tersebut.
Dengan merujuk pada dokumen-dokumen dasar ini, kita mengakui peran mereka dalam menyelesaikan sengketa wilayah dan menjaga integritas daerah.
Memahami kerangka hukum ini sangat penting bagi mereka yang menghargai otonomi dan kejelasan dalam klaim wilayah.
Konteks Sejarah dan Dampaknya terhadap Klaim Wilayah
Saat menelusuri konteks sejarah seputar Kepulauan Aceh, kita dapat melihat bagaimana peristiwa masa lalu secara rumit membentuk klaim wilayah saat ini. Undang-Undang Tahun 1956 tentang Pembentukan Aceh menetapkan otonomi, namun status dari empat pulau yang diperselisihkan—Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek—tetap tidak jelas.
Perselisihan sejarah semakin memanas selama era reformasi, memperumit batas yurisdiksi seiring dengan perluasan provinsi. Perjanjian Bersama tahun 1992 antara pemerintah provinsi Sumatera Utara dan Aceh, bersama Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 111, memberikan dukungan hukum penting bagi klaim Aceh.
Namun, ketegangan di sekitar pulau-pulau ini menegaskan pentingnya klaim sejarah lokal dan ketidakakuratan administratif yang muncul dari keputusan pemerintah sebelumnya. Meskipun Perjanjian Helsinki sering disebutkan, para ahli hukum berargumen bahwa perjanjian tersebut kurang dasar untuk menentukan kepemilikan, menekankan perlunya kejelasan dalam menjaga integritas wilayah.
-
Pariwisata7 hari ago
Transaksi Negosiasi Halus sebesar Rp 924 Miliar dalam Saham Hary Tanoe
-
Nasional7 hari ago
Basarnas Banyuwangi Mencari Korban Kapal Tenggelam Deploy RIB Boat
-
Nasional2 hari ago
Kisah Sedih Seorang Nelayan Menyelamatkan Korban dari KMP Tunu yang Menahan Tubuh Ayahnya
-
Ekonomi2 hari ago
Kantor Sri Mulyani dan BI Telah Merayakan, Bursa Saham RI Sendirian Menangis
-
Nasional5 hari ago
Sebelum Meninggal karena Kekurangan Oksigen di Kolam, Brigadir Nurhadi Bersantai dengan Atasannya dan Dua Wanita di Sebuah Vila
-
Nasional5 hari ago
KMP Tenggelam di Selat Bali, Korban, Komisi V DPR Panggil Kementerian Perhubungan